Student-Centered Learning atau yang sering disingkat SCL, dikenal di Indonesia sebagai pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Konsep ini telah menjadi paradigma baru dalam pendidikan, menggantikan metode tradisional yang berpusat pada guru. Dalam SCL, peserta didik bukan lagi hanya penerima informasi, melainkan menjadi penggerak utama proses belajar. Pendekatan ini bertujuan mengembangkan otonomi, kemandirian, dan tanggung jawab peserta didik terhadap pembelajarannya.
Menurut teori pembelajaran ini, peserta didik diharapkan aktif berpartisipasi dalam menentukan apa, bagaimana, dan kapan mereka belajar. Guru berperan sebagai fasilitator yang mendukung peserta didik dalam mencapai tujuan belajarnya. Pendekatan ini juga mengakui perbedaan individu dalam kemampuan, minat, dan gaya belajar peserta didik.
Baca juga : Setiap Akhir Adalah Awal Baru
Karakteristik Student-Centered Learning
Student-Centered Learning memiliki sejumlah karakteristik unik yang membedakannya dari pendekatan tradisional. Menurut Siswono dan Karsen (2008), model pembelajaran ini mencakup beberapa elemen kunci:
- Guru Terbuka Terhadap Masukan: Guru tidak hanya memberikan instruksi, tetapi juga mendengarkan umpan balik dari peserta didik dan bersedia menerima kritik yang membangun.
- Pembelajaran Mandiri: Peserta didik mampu mengembangkan materi pembelajaran secara mandiri, baik di dalam kelas maupun di luar lingkungan sekolah.
- Kolaborasi: Peserta didik bekerja sama dalam kelompok yang mereka pilih sendiri, belajar untuk bekerja sama dan menghargai perbedaan dalam kelompok.
- Pengawasan Mandiri: Peserta didik memantau kemajuan belajarnya sendiri dan merancang strategi untuk mencapai hasil optimal.
- Proses Aktif: Pembelajaran bukan sekadar transfer informasi dari guru ke peserta didik, melainkan proses aktif dalam mencari pengetahuan melalui pemecahan masalah dan penemuan.
Baca juga : Mengapa Refleksi Penting dalam Peran Guru
Jenis-Jenis Model Student-Centered Learning
Banyak model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam SCL. Beberapa di antaranya yang paling umum adalah:
- Small Group Discussion (SGD): Diskusi dalam kelompok kecil yang memungkinkan peserta didik berbagi ide dan menyelesaikan masalah bersama.
- Role-Play and Simulation: Peserta didik berpartisipasi dalam simulasi situasi nyata untuk memahami konsep lebih mendalam.
- Discovery Learning: Peserta didik diberi kebebasan untuk menemukan jawaban sendiri melalui penelitian dan eksplorasi.
- Self-Directed Learning: Peserta didik bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri, termasuk merencanakan strategi belajar yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
- Problem-Based Learning (PBL): Pendekatan ini melibatkan peserta didik dalam menyelesaikan masalah nyata yang relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka.
- Project-Based Learning (PjBL): Peserta didik menyelesaikan proyek tertentu yang membutuhkan riset dan inovasi untuk mencapai hasil akhir.
Peran Guru dan Peserta Didik dalam SCL
Dalam pembelajaran berbasis SCL, peran guru dan peserta didik mengalami pergeseran yang signifikan. Guru tidak lagi menjadi sumber utama pengetahuan, melainkan bertindak sebagai fasilitator yang membantu peserta didik mengakses informasi, mengelola proses belajar, dan menemukan solusi atas masalah yang dihadapi. Di sisi lain, peserta didik mengambil peran yang lebih aktif, bertanggung jawab dalam merumuskan, mengembangkan, dan mengimplementasikan rencana belajarnya sendiri.
Baca juga : Memahami Lima Nilai Orientasi Pembelajaran dalam PJOK
Kelebihan dan Kekurangan Student-Centered Learning
Setiap metode pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya, termasuk SCL. Menurut Setiadji (2010), beberapa kelebihan SCL antara lain:
Kelebihan:
- Meningkatkan Pemikiran Kritis: Peserta didik dilatih untuk berpikir kritis dan menemukan solusi atas masalah yang dihadapi secara mandiri.
- Pengalaman Belajar Lebih Bermakna: Pengetahuan didapatkan melalui proses penemuan dan inkuiri, yang membuatnya lebih tahan lama dan bermakna.
- Penyesuaian Terhadap Karakteristik Peserta Didik: Materi dan metode pembelajaran dapat disesuaikan dengan minat, kebutuhan, dan latar belakang peserta didik.
Kekurangan:
- Menantang dalam Kelas Besar: Implementasi SCL lebih sulit dalam kelas dengan jumlah peserta didik yang besar, karena membutuhkan pengawasan lebih intensif.
- Membutuhkan Waktu: SCL memerlukan waktu untuk membiasakan peserta didik mengambil alih tanggung jawab atas belajarnya sendiri, yang bisa memperlambat proses di awal penerapannya.
Baca juga : Meningkatkan Refleksi dalam Pembelajaran PJOK dengan Framework Borton dan Gibbs
Implementasi SCL dalam Pembelajaran PJOK
Dalam konteks pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK), SCL dapat diaplikasikan melalui berbagai metode yang menggabungkan teori dan praktik langsung. Peserta didik dapat dilibatkan dalam perencanaan aktivitas fisik, memilih cabang olahraga yang ingin ditekuni, serta menetapkan tujuan fisik yang realistis dan sesuai dengan kemampuan mereka.
Guru PJOK dapat menggunakan pendekatan kolaboratif dan proyek untuk mengajak peserta didik mengembangkan keterampilan fisik dan pengetahuan tentang kesehatan secara mandiri. Dengan demikian, peserta didik tidak hanya sekadar menerima instruksi, tetapi juga belajar untuk berpikir kritis, bekerja sama dalam tim, dan mengelola aktivitas fisiknya sendiri.
Baca juga : Pendekatan Berbasis Aset dalam Pembelajaran PJOK
Student-Centered Learning (SCL) adalah pendekatan yang mengutamakan peran aktif peserta didik dalam proses pembelajaran. Dengan mengembangkan kemandirian, kreativitas, dan tanggung jawab peserta didik terhadap pembelajarannya, SCL berpotensi meningkatkan kualitas pendidikan di berbagai tingkatan, termasuk di bidang PJOK. Meski memiliki tantangan, dengan penerapan yang tepat, SCL mampu menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna dan relevan bagi peserta didik.
Daftar Pustaka:
- Siswono, T. & Karsen, P. (2008). Model Pembelajaran Berpusat Pada Peserta Didik. Jakarta: Pustaka Pendidikan.
- Setiadji, A. (2010). Keunggulan dan Tantangan Model Pembelajaran SCL. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
- Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti). (2014). Panduan Implementasi Student-Centered Learning. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Setelah membaca artikel ini saya lebih memahami bagaimana contoh contoh pembelajaran yang ada dan diterapkan oleh guru dalam mengajar, sehingga saya bisa menyesuaikan metode yang dilakukan guru dalam mengajar.
Setelah membaca artikel ini saya lebih memahami bagaimana contoh contoh pembelajaran yang ada dan diterapkan oleh guru dalam mengajar, sehingga saya bisa menyesuaikan metode yang dilakukan guru dalam mengajar.