Pernahkah kamu mengalami konflik dengan teman?
Konflik bisa terjadi ketika kamu tidak berbicara dengan teman karena marah, karena konflik adalah interaksi sosial yang terjadi akibat dari adanya perpecahan.
Lalu, apa yang dimaksud dengan konflik sosial? Ayo, Kita cari tahu penjelasan lengkapnya!
Pengertian Konflik Sosial
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konflik adalah percekcokan, perselisihan, dan pertentangan. Konflik sosial adalah pertentangan antar anggota masyarakat yang bersifat menyeluruh dalam kehidupan.
Konflik berasal dari kata kerja latin “configere”. Artinya saling memukul. Secara sosiologi, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih. Di mana salah satu pihak berusaha yang ingin menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya.
Konflik sering kali berubah menjadi kekerasan terutama ada upaya-upaya dengan pengelolaan konflik tidak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh pihak yang berkaitan. Dalam buku Sosiologi Konflik: Teori-teori dan Analisis (2009) karya Novri Susan, konflik menjadi fenomena yang paling sering muncul.
Karena konflik selalu menjadi bagian hidup manusia yang bersosial dan berpolitik serta menjadi pendorong dalam dinamika dan perubahan sosial politik.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia yang disusun Poerwadarminta (1976), konflik berati pertentangan atau percekcokan. Pertentangan sendiri bisa muncul ke dalam bentuk pertentangan ide maupun fisik antara dua belah pihak berseberangan.
Teori Konflik Sosial
Tokoh-tokoh teori konflik terbagi ke dalam dua fase yakni tokoh sosiologi klasik dan tokoh sosiologi modern. Adapun tokoh-tokoh teori konflik sosiologi klasik adalah sebagai berikut :
Polybus
Polybus lahir pada tahun 167 SM. Teori konflik yang dikemukakan oleh Polybus bertolak dari keinginan manusian membentuk suatu komunitas sehingga teori konflik yang dikemukakan polybus diformulasikan sebagai berikut:
Monarki atau sistem pemerintahan dengan penguasa tunggal adalah kekuasaan terkuat yang merupakan bentuk pertama komunitas manusia.
Transisi dari sistem pemerintahan penguasa tunggal yang didasarkan pada kekuasaan atau kekuatan, kingship (negara dalam sebuah kerajaan) kepada kekuasaan yang didasarkan pada keadilan dan wewenang yang sah.
Ibnu Khaldun
Nama lengkapnya adalah Abu Zaid ‘Abdul Rahman Ibn Khaldun dilahirkan di Tunisia pada tahun 1332 Masehi. Ibnu Khaldun adalah Sosiolog sejati. Hal ini didasarkan pada pernyataannya tentang beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan peristiwa-peristiwa sosial dan peristiwa-peristiwa sejarah. Prinsip yang sama juga dijumpai dalam analisis Ibnu Khaldun terhadap timbul dan tenggelamnya Negara-negara.
Nicolo Machiavelli
Nicolo Machiavelli adalah seorang berkebangsaan Italia (1469-1527). Menurut Machiavelli pada awalnya manusia hidup liar bagaikan binatang buas, ketika ras manusia semakin meningkat jumlahnya mulai dirasakan kebutuhan akan adanya hubungan dan kebutuhan pertahananan untuk menentang satu dengan yang lainnya dan memilih seseorang yang sangat kuat dan berani untuk dijadikan sebagai pemimpin mereka yang harus dipatuhinya. Kemudian mereka mengenal baik dan buruk dan dapat membedakan mana yang baik dan yang jahat.
Jean Bodin
Inti pemikiran Jean Bodin pada konsepsi titah kedaulatan sebagai esensi dari masyarakat sipil. Namun demikian, kedaulatan tidak pernah bisa dipisahkan dari prerogative formal. Hukum diperlakukan sebagai titah kedaulatan. Hukum adat dipandang sah apabila didukung oleh kedaulatan, karena kedaulatan memiliki wewenang tak terhingga untuk membuat hukum.
Thomas Hobbes
Teori konflik yang dikemukakan oleh Thomas Hobbes adalah bahwa pada dasarnya dorongan utama dari tindakan manusia diformulasikan sebagai berikut: pada tingkatan pertama manusia dengan keinginannya terus-menerus dan
kegelisahannya akan kekuasaan setelah berkuasa, artinya rasa ingin berkuasa akan berhenti bilamana sudah masuk liang kubur. Hal ini terwujud dalam dua hal, seorang raja dan problematikanya karena keinginan untuk berkuasa adalah sesuatu hal yang tak pernah mengalami kepuasan.
Adapun tokoh sosiologi modern yang mengemukakan tentang teori konflik adalah sebagai berikut:
Karl Marx
Karl Marx berpendapat bahwa Konflik kelas diambil sebagai titik sentral dari masyarakat. Konflik antara kaum kapitalis dan proletar adalah sentral di masyarakat. Segala macam konflik mengasumsikan bentuk dari peningkatan konsolidasi terhadap kekacauan. Kaum kapitalis telah mengelompokkan populasi pada segelintir orang saja. Kaum borjuis telah menciptakan kekuatan produktif dari semua generasi dalam sejarah sebelumnya. Tetapi kelas-kelas itu juga berlawanan antara satu dengan yang lainnya. Masyarakat menjadi terpecah ke dalam dua kelas besar yaitu borjuis dan proletar.
Dasar analisis kalangan marxis adalah konsep kekuatan politik sebagai pembantu terhadap kekuatan kelas dan perjuangan politik sebagai bentuk khusus dari perjuangan kelas. Struktur administratif negara modern adalah sebuah komite yang mengatur urusan sehari-hari kaum borjuis. Sebuah bagian dari produksi umum membuat jalan masa depan bagi konflik-konflik ini. Hal itu memperkirakan bahwa kelas menengah pada akhirnya akan hilang. Pedagang, perajin masuk ke dalam golongan proletar sebab modal kecil tidak dapat bersaing dengan modal besar.
Sehingga proletar direkrut dari semua kelas populasi. Perbedaan antara kaum buruh/pekerja kemudian akan terhapus. Kaum pekerja akan memulai bentuk kombinasi. Konflik akan sering muncul di antara dua kelas ini. Kaum buruh
memulainya dengan bentuk perlawanan koalisi borjuis agar upah mereka terjaga. Mereka membentuk perkumpulan yang kuat dan dapat memberikan dukungan kepada mereka ketika perjuangan semakin menguat. Bagian dari proletar dengan unsur-unsur pencerahan dan kemajuan, peningkatan potensial secara revolusioner.
Lewis A. Coser
Konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya.
Seluruh fungsi positif konflik tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi suatu kelompok yang sedang mengalami konflik dengan kelompok lain. Misalnya, pengesahan pemisahan gereja kaum tradisional (yang memepertahankan praktik- praktik ajaran katolik pra- Konsili Vatican II) dan gereja Anglo- Katolik (yang berpisah dengan gereja Episcopal mengenai masalah pentahbisan wanita). Perang yang terjadi bertahun- tahun yang terjadi di Timur Tengah telah memperkuatidentitas kelompok Negara Arab dan Israel.
Menurut Coser konflik dibagi menjadi dua, yaitu:
Konflik Realistis
Berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan- tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan pada obyek yang dianggap mengecewakan. Contohnya para karyawan yang mogok kerja agar tuntutan mereka berupa kenaikan upah atau gaji dinaikkan.
Konflik Non- Realistis
Konflik yang bukan berasal dari tujuan- tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Coser menjelaskan dalam masyarakat yang buta huruf pembalasan dendam biasanya melalui ilmu gaib seperti teluh, santet dan lain-lain.
Sebagaimana halnya masyarakat maju melakukan pengkambing hitaman sebagai pengganti ketidakmampuan melawan kelompok yang seharusnya menjadi lawan mereka.
Ralf Dahrendorf
Ralf Dahrendorf adalah tokoh utama yang berpendirian bahwa masyarakat mempunyai dua wajah yakni konflik dan konsensus. Sehingga teori sosiologi harus dibagi dua bagian: teori konflik dan teori konsensus.
Teoritisi konsensus harus menguji nilai integrasi dalam masyarakat dan teoriritis konflik harus menguji konflik kepentingan dan penggunaan kekerasan yang mengikat masyarakat bersama dihadapan tekanan tersebut.
Dahrendorf mengakui bahwa terbentuknya sebuah masyarakat tidak akan terlepas dari adanya dua unsur yakni konsensus dan konflik yang menjadi persyaratan satu sama lainnya.
Sebab Konflik Sosial
- Perbedaan pendirian dan keyakinan orang perorangan telah menyebabkan konflik antar individu. Dalam konflik-konflik seperti ini terjadilah bentrokan-bentrokan pendirian, dan masing-masing pihak pun berusaha membinasakan lawannya. Membinasakan disini tidak selalu diartikan sebagai pembinasaan fisik, tetapi bisa pula diartikan dalam bentuk pemusnahan simbolik atau melenyapkan pikiran-pikiran lawan yang tidak disetujui. Di dalam realitas sosial tidak ada satu pun individu yang memiliki karakter yang sama sehingga perbedaan pendapat, tujuan, keinginan tersebutlah yang mempengaruhi timbulnya konflik sosial.
- Perbedaan kebudayaan tidak hanya akan menimbulkan konflik antar individu, akan tetapi bisa juga antar kelompok. Pola-pola kebudayaan yang berbeda akan menimbulkan pola-pola kepribadian dan pola-pola prilaku yang berbeda pula dikalangan khalayak kelompok yang luas. Selain itu, perbedaan kebudayaan akan mengakibatkan adanya sikap etnosentrisme yaitu sikap yang ditunjukkan kepada kelompok lain bahwa kelompoknya adalah yang paling baik. Jika masing-masing kelompok yang ada di dalam kehidupan sosial sama-sama memiliki sikap demikian, maka sikap ini akan memicu timbulnya konflik antar penganut kebudayaan.
- Perbedaan kepentingan. Mengejar tujuan kepentingan masing-masing yang berbeda-beda, kelompok-kelompok akan bersaing dan berkonflik untuk memperebutkan kesempatan dan sarana.
Tanda Konflik Sosial
Adapun tanda-tanda konflik sosial tersebut sebagai berikut :
Kerusuhan (Riot)
Kerusuhan yang terjadi di dalam masyarakat menjadi satu indikator terjadinya konflik dalam masyarakat. Dalam kerusuhan biasanya disertai dengan kekerasan fisik, perusakan barang-barang, ataupun tindakan anarkis.
Kerusuhan yang tejadi di dalam masyarakat cenderung bersifat spontan dan biasanya dipicu oleh suatu insiden atau perilaku kelompok yang kacau.
Demonstrasi (A Protest Demonstration)
Demonstrasi adalah sejumlah orang yang mengorganisasikan diri untuk melakukn protes tanpa menggunakan kekerasan
Pihak yang sering menjadi sasaran demonstrasi adalah pemerintah, pengusaha, dan pimpinan. Misalnya, aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa mengenai kebijakan pemerintah yang dianggapnya tidak prorakyat.
Demonstrasi yang tejadi pada masyarakat biasanya sudah direncanakan terlebih dahulu sehingga kecil kemungkinannya terjadi kekerasan fisik.
Serangan Senjata (Armed Attack)
Serangan senjata juga merupakan tanda-tanda terjadinya konflik sosial dalam masyarakat.
Serangan senjata dapat dilakukan oleh kelompok sosial manapun baik oleh pihak pemerintah, atau aparat manapun dari pihak nonpemerintah dengan tujuan untuk melemahkan dan menghancurkan kelompok lain.
Dalam serangan senjata ini selalu melibatkan kekerasan fisik, atau perusakan barang-barang.
Adapun yang membedakan antara serangan senjata dengan kerusuhan yaitu terletak pada sifatnya yang terorganisasi dan biasanya untuk kepentingan politik.
Bentuk-Bentuk Konflik Sosial
Menurut beberapa ahli, ada beberapa bentuk konflik.
Soerjono Soekanto membagi konflik sosial menjadi lima bentuk yaitu:
- Konflik atau pertentangan pribadi, yaitu konflik yang terjadi antara dua individu atau lebih karena perbedaan pandangan dan sebagainya.
- Konflik atau pertentangan rasial, yaitu konflik yang timbul akibat perbedaan-perbedaan ras.
- Konflik atau pertentangan antara kelas-kelas sosial, yaitu konflik yang terjadi disebabkan adanya perbedaan kepentingan antar kelas sosial.
- Konflik atau pertentangan politik, yaitu konflik yang terjadi akibat adanya kepentingan atau tujuan politis seseorang atau kelompok.
- Konflik atau pertentangan yang bersifat internasional, yaitu konflik yang terjadi karena perbedaan kepentingan yang kemudian berpengaruh pada kedaulatan negara.
Ralf Dahrendorf mengatakan bahwa konflik dapat dibedakan atas empat macam, yaitu sebagai berikut :
- Konflik antara atau yang terjadi dalam peranan sosial, atau biasa disebut dengan konflik peran. Konflik peran adalah suatu keadaan di mana individu menghadapi harapanharapan yang berlawanan dari bermacam-macam peranan yang dimilikinya.
- Konflik antara kelompok-kelompok sosial.
- Konflik antara kelompok-kelompok yang terorganisir dan tidak terorganisir.
- Konflik antara satuan nasional, seperti antar partai politik, antar negara, atau organisasi internasional.
Dampak Konflik Sosial
Dampak positif konflik adalah sebagai berikut:
- Aspek-aspek kehidupan di masyarakat yang belum jelas atau masih belum selesai ditelaah dapat diperjelas dengan adanya konflik.
- Perkembangan zaman memaksa masyarakat harus beradaptasi dengan perubahan yang ada. Nah, konflik memungkinkan adanya penyesuaian kembali norma-norma, nilai-nilai, serta hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan dengan kebutuhan individu atau kelompok.
- Dalam konflik antar kelompok, sebenarnya konflik berfungsi efektif dalam meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok yang sedang berselisih dengan kelompok lain.
- Adanya konflik membuat setiap individu atau kelompok yang terlibat harus mengandalkan diri sendiri untuk memenangkan konflik tersebut atas individu atau kelompok lain. Karena itu, konflik juga merupakan jalan untuk mengurangi ketergantungan antarindividu dan kelompok.
- Ketika ada perubahan-perubahan sosial di masyarakat, konflik dapat membantu menghidupkan kembali norma-norma lama maupun menciptakan norma-norma baru agar tercipta harmoni dan keteraturan dalam masyarakat tersebut.
- Konflik juga dapat berfungsi sebagai alat untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan yang ada di dalam masyarakat yang terlibat.
- Ketika pihak-pihak yang terlibat sama-sama kuat, konflik pun dapat memunculkan sebuah kompromi baru agar setiap pihak mendapat apa yang diinginkan dengan konsekuensi yang disepakati bersama.
- Memperjelas aspek kehidupan yang belum tuntas.
- Penyesuaian kembali norma dan nilai.
- Meningkatkan solidaritas.
- Mengurangi ketergantungan antarindividu atau kelompok.
- Penyeimbang kekuatan-kekuatan yang ada.
- Dapat memunculkan kompromi baru.
Dampak negatif konflik adalah sebagai berikut:
- Memicu rusaknya hubungan antar individu dan kelompok.
- Memakan korban berupa kerusakan harta benda dan nyawa manusia.
- Berubahnya kepribadian para individu yang terlibat, baik yang mengarah pada hal-hal positif maupun negatif.
- Menimbulkan dominasi dari kelompok yang menang atas kelompok yang kalah.
- Rusaknya hubungan antarindividu dan kelompok.
- Memakan korban berupa kerusakan harta benda dan nyawa manusia.
- Berubahnya kepribadian para individu yang terlibat.
- Menimbulkan dominasi dari kelompok yang menang atas kelompok yang kalah.
Meskipun ada dampak positifnya, tentu kita juga gak mau berharap timbul konflik sosial kan di sekitar kita? Oleh karena itu, yuk kita sama-sama pelihara keharmonisan hubungan dengan sesama baik di lingkungan keluarga atau masyarakat.