Jika sebelumnya saya memposting artikel tentang 16 Twibbon Hari Kartini 2022 Ini Bisa Kamu Pakai. Maka kali ini mimin akan memberikan sekilas gambaran perjalanan R.A Kartini.

Pendidikan R.A Kartini

R.A Kartini memperoleh pendidikan lantaran mewarisi darah bangsawan dari ayahnya. Dia disekolahkan di ELS (Europese Lagere School) hingga usia 12 tahun sembari mempelajari berbagai hal, termasuk bahasa Belanda. Di masa itu, ada kebiasaan yang turun-temurun dilakukan. Anak perempuan yang sudah berusia 12 tahun harus tinggal di rumah untuk dipingit.

Dalam keadaan dipingit, keinginan belajar R.A Kartini tak serta-merta surut. Kemampuan bahasa Belanda yang dimilikinya digunakan untuk membaca buku bahkan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda, salah satu yang kerap dijadikan kawan bercerita adalah Rosa Abendanon. Dari komunikasinya dengan Abendanon, timbullah ketertarikan untuk berpikir maju seperti perempuan Eropa. Dia hendak memajukan perempuan pribumi yang kala itu banyak dibatasi oleh adat istiadat kuno. Pengetahuan Kartini terkait ilmu pengetahuan dan kebudayaan juga cukup luas.

Pernikahan R.A Kartini

Pada 12 November 1903, Kartini dinikahkan dengan Bupati Rembang bernama KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Setelah menikah, sang suami mendukung penuh mimpi-mimpi Kartini, salah satunya untuk membangun sebuah sekolah khusus wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor Kabupaten Rembang.

Pada 13 September 1904, Kartini melahirkan seorang putra bernama Soesalit Djojoadhiningrat. Hanya berselang empat hari melahirkan, Kartini meninggal dunia pada 17 September 1904. RA Kartini meninggal dunia pada usia 25 tahun dan dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.

Buku R.A Kartini

Usai kematiannya, surat-surat Kartini dikumpulkan dan diterbitkan dalam sebuah buku berjudul ‘Door Duisternis tot Licht’ atau Habis Gelap Terbitlah Terang oleh salah satu temanya di Belanda, Mr JH Abendanon, yang saat itu menjabat Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda. Buku ini diterbitkan pada 1911 dengan bahasa Belanda sehingga tak banyak warga pribumi yang bisa membacanya.

Kemudian pada 1922, Balai Pustaka menerbitkan versi terjemahan buku Habis Gelap Terbitlah Terang: Buat Pikiran dengan bahasa Melayu.

Demikian yang bisa mimin sampaikan, semoga bermanfaat.

Categorized in: